Mengenal RUU ITE
Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. [Wikipedia, 2014]
Intinya, UU ITE merupakan cyberlawnya
Indonesia.
Manfaat UU ITE sebagaimana terdapat
pada UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
antara lain:
Menjamin kepastian hukum bagi
masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik
Mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia
Sebagai salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi;
Melindungi masyarakat pengguna
jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Tujuan UU ITE dapat dikatakn untuk
mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi,
masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional.
Ada badan/ tim pengarah dalam UU
ITE. Sesuai keputusan menteri yang telah disempurnakan dalam No.10/KEP/M.Kominfo/01/2007
tanggal 23 Januari 2007 membentuk “Tim Antar Departemen dalam rangka pembahasan
RUU Antara pemerintah dan DPR RI”, yaitu:
- Menteri Komuniksi dan Informatika
- Menteri hukum dan HAM, Menteri Sekertaris Negara, dan Sekertaris Jendral
- Defkominfo. Ketua Pelaksana Ir. Cahyana Ahmadjayadi,Dirjen Aplikasi Telematika
- Defkominfo, Wakil Ketua Pelaksana 1: Dirjen Peraturan Perundang – undangan
- Departemen Hukum dan HAM dan Wakil Ketua Pelaksana
- Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum.
UU ITE ini terdiri dari 13 bab dan
54 pasal. Bab-bab tersebut antara lain menjelaskan tentang:
- Bab 1 – Tentang ketentuan umum. Menjelaskan istilah – istilah teknologi informasi menurut undang – undang informasi dan transaksi elektronik.
- Bab2 – Tentang Asas dan Tujuan. Menjelaskan tentang landasan pikiran dan tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
- Bab 3- Tentang informasi, Dokumen, dan Tanda tangan Elektronik. Menjelaskan sahnya secara hukum pengguna dokumen dan tanda tangan elektronik sebagaimana dokumen atau surat berharga lainnya.
- Bab 4 – tentang penyelenggaraan Sertifikasi elektronik dan Sistem elektronik. Menjelaskan tentang individu atau lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi elektronik dan mengatur ketentuan yang harus dilakukan bagi penyelenggara sistem elektronik.
- Bab 5 – Tentang transaksi Elektronik. Berisi tentang tata cara penyelenggaraan transaksi elektronik.
- Bab 6 – tentang nama domain, hak kekayaan Intelektual, dan perlindungan hak pribadi. Menjelaskan tentang tata cara kepemilikan dan penggunaan nama domain,perlindungan HAKI, dan perlindungan data yang bersifat Privacy.
- Bab 7 – Tentang pebuatan yang dilarang. Menjelaskan tentang pendistribusian dan mentransmisikan informasi Elektronik secara sengaja atau tanpa hak yang didalamnya memiliki muatan yang dilrang oleh hukum.
- Bab 8 – Tentang penyelesaian sengketa. Menjelaskan tentang pengajuan gugatan terhadap pihak pengguna teknologi informasi sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan.
- Bab 9 – Tentang penyidikan. Menjelaskan tentang peran serta pemerintah dan masyarakat dalam melindungi dan memanfaatkan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
- Bab 10 – tentang penyidik. Bab ini mengatur tata cara penyidikan tindak pidana yang melanggar undang – undang ITE sekaligus menentukan pihak- pihak yang berhak melakukan penyidikan.
- Bab 11 – Tentang ketentuan pidana. Berisi sangsi – sangsi bagi pelanggar Undang – undang ITE.
- Bab 12 – Tentang ketentuan peralihan. Menginformasikan bahwa segala peraturan lainnya dinyatakan berlaku selama tidak ber tentanga dengan UU ITE.
- Bab 13 – Tentang ketentuan penutup. Berisi tentang pemberlakuan undang – undang ini sejak di tanda tangani presiden.
Upaya pemerintah untuk menjamin
keamanan transaksi elektronik melalui UU ITE ini patut diapresiasi. Tapi mata
dan pikiran juga tetap siaga pada isi peraturan yang berkemungkinan melanggar
hak asasi manusia untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dan kritis.
Ditinjau bahwa penerapan UU ITE ini telah jauh melenceng dari misi awalnya yang
hendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik. UU ITE malah melangkah
jauh dengan mencampuri hak-hak sipil yang merupakan bagian dari kebebasan dasar
yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang yaitu kemerdekaan berpendapat yang
dilindungi UU 1945 dan piagam PBB soal HAM. Walaupun sudah disahkan oleh
legislative, masih banyak juga yang berpendapat bahwa UU ITE masih rentan
terhadap pasal karet, atau pasal-pasal yang intepretasinya bersifat
subjektif/individual.
UU No.19 Hak Cipta
Salah satu undang-undang yang
akan dibahas yaitu undang-undang no. 19 mengenai hak cipta. Rinciannya dapat
dilihat pada link ini.
Ditjen APTIKA
Bahas Penanganan Pelanggaran Hak Cipta di Internet
JAKARTA - Direktorat Jenderal
Aplikasi Informatika bersama-sama dengan pemangku kepentingan membahas
penanganan pelanggaran Hak Cipta di Internet. Rapat penanganan pelanggaran hak
kekayaan intelektual terkait dengan illegal music download tersebut
dilaksanakan di Ruang Rapat Lantai 3 Ditjen APTIKA pada Kamis, 4 April 2013,
Pukul 09.00-11.30. Rapat dipimpin oleh Direktur e-Business, dan dihadiri oleh
pejabat dari Direktorat e-Business, Direktorat Keamanan Informasi, Setditjen Aplikasi
Informatika, Direktorat Teknologi Informasi Ditjen HKI, Direktorat Penyidikan
Ditjen HKI, Direktorat Pengembangan Seni Pertunjukan dan Industri Musik
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, perwakilan dari Sony BMG, Langit
Music, Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dan APJII.
Direktur e-Business menyampaikan
bahwa rapat penanganan download musik illegal tersebut merupakan lanjutan dari
rangkaian rapat sebelumnya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk
penanganan masalah dimaksud, antara lain Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM,
baik itu Direktorat Hak Cipta, Direktorat TI, maupun Direktorat Penyidikan.
Selain itu rapat sebelumnya juga dihadiri oleh Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif, para pelaku industri musik serta Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet dan Kementerian Kominfo. “Hasil kesepakatan sebelumnya adalah bahwa
Kementerian Kominfo akan melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang
menampilkan fitur untuk mendownload music illegal, dengan syarat setelah mendapatkan
surat resmi dari Direktorat Hak Cipta Ditjen HKI,” jelas Direktur e-Business.
Lebih lanjut, dikatakan Direktur
e-Business bahwa surat resmi dari Direktorat Hak Cipta kepada Ditjen Aplikasi
Informatika (APTIKA) berisikan alamat situs yang menampilkan fitur download
musik illegal akan menjadi dasar bagi Ditjen APTIKA untuk melakukan
pemblokiran. “Karena hingga saat ini Direktorat Hak Cipta Ditjen HKI belum
mengirimkan surat resmi dimaksud, maka Ditjen APTIKA belum dapat melakukan
pemblokiran terhadap situs-situs yang menampilkan fitur download musik
illegal,” lanjut Direktur e-Business.
Perwakilan dari Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia (ASIRI) menyampaikan pendapat bahwa pemerintah sudah saatnya
melakukan tindakan-tindakan konkret dan terukur untuk menyelesaikan kasus
pelanggaran hak cipta tersebut. Jika pemerintah kesulitan untuk melakukannya,
pemerintah dapat memberikan kewenangan kepada pihak pelaku industri musik untuk
melakukan pemblokiran sendiri.
Perwakilan dari Direktorat
Teknologi Informasi Ditjen HKI menyampaikan bahwa kewenangan untuk menerbitkan
surat seperti yang disampaikan Direktorat e-Business ada pada Direktur Hak
Cipta. Kami akan menyampaikan pimpinan mengenai hasil rapat hari ini agar
Direktur Hak Cipta segera menyiapkan surat dimaksud.
Kasubbag Penyusunan Rancangan
Peraturan, Setditjen APTIKA berpendapat bahwa mekanisme surat resmi dari
Direktur Hak Cipta caranya sudah tepat karena Kementerian Kominfo secara khusus
atau pemerintah secara umum tidak diberi kewenangan untuk melakukan pemutusan
jaringan atau website terkait dengan pelanggaran hak cipta, seperti halnya kewenangan
yang diberikan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Terkait usul pihak ASIRI untuk
melakukan pemblokiran sendiri terhadap situs-situs yang melakukan pelanggaran
hak kekayaan intelektual, Ferdinandus Setu menyampaikan bahwa hal tersebut
tidak dapat diterima karena penanganan terhadap suatu pelanggaran atau
kejahatan yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan menjadi
kewenangan negara yang direpresentasikan dalam institusi pemerintah.
Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen
APTIKA mengusulkan agar dalam naskah RUU Hak Cipta yang kini masuk dalam
Prolegnas 2013 untuk dimasukkan pengaturan mengenai kewenangan pemerintah untuk
melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang melakukan pelanggaran hak
cipta, meniru pengaturan pada UU Pornografi.
Kementerian Kominfo telah berupaya untuk mengatur hak kekayaan
intelektual dalam regulasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE,
khususnya pada pengaturan Pasal 25. Langkah Kementerian Kominfo yang lain
adalah dengan terus mengkampanyekan penggunaan internet secara sehat dan aman
termasuk kampanye musik legal melalui program Internet Sehat dan Aman (INSAN).
Hasil rapat dimaksud akan
disampaikan secara tertulis kepada Direktur Hak Cipta Ditjen HKI untuk
ditindaklanjuti dengan surat kepada Ditjen APTIKA mengenai alamat situs yang
telah melakukan pelanggaran terhadap hak cipta.
Segera setelah menerima surat dari Direktur Hak Cipta Ditjen HKI, Ditjen
APTIKA akan berkoordinasi dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) guna melakukan pemblokiran terhadap situs-situs dimaksud. (fer)
Ditulis oleh:
FS, Kasubbag Penyusunan Rancangan
Peraturan Setditjen APTIKA
-----------------------
Analisis kasus:
Pada
hari kamis, 4 April 2013, Pukul 09.00-11.30 di Ruang Rapat Lantai 3 Ditjen
APTIKA dilaksakan rapat penanganan pelanggaran hak kekayaan intelektual terkait
dengan illegal music download. Pelanggaran ini termasuk ke dalam pelanggaran
Hak Cipta di Internet.
Masalahnya
hingga hari itu surat resmi dari Direktorat Hak Cipta kepada Ditjen Aplikasi
Informatika (APTIKA) berisikan alamat situs yang menampilkan fitur download
musik illegal belum dikirimkan. Padahal
surat tersebut akan menjadi dasar bagi Ditjen APTIKA untuk melakukan
pemblokiran.
Yang pro untuk segera memblokir alamat
situs yang dimaksud antara lain:
- Perwakilan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI)
- Perwakilan dari Direktorat Teknologi Informasi Ditjen HKI.
Yang kontra antara lain:
- Kasubbag Penyusunan Rancangan Peraturan, Setditjen APTIKA
Menurutnya Kementerian Kominfo
secara khusus atau pemerintah secara umum tidak diberi kewenangan untuk
melakukan pemutusan jaringan atau website terkait dengan pelanggaran hak cipta,
seperti halnya kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008
tentang Pornografi.
- Ferdinandus Setu
Menyatakan bahwa melakukan
pemblokiran sendiri terhadap situs-situs yang melakukan pelanggaran hak kekayaan
intelektual tidak dapat diterima karena penanganan terhadap suatu pelanggaran
atau kejahatan yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan menjadi
kewenangan negara yang direpresentasikan dalam institusi pemerintah.
Usulan solusi penengah:
- Hukum dan Kerjasama Ditjen APTIKA
Mengusulkan agar dalam naskah RUU
Hak Cipta yang saat itu masuk dalam Prolegnas 2013 untuk dimasukkan pengaturan
mengenai kewenangan pemerintah untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs
yang melakukan pelanggaran hak cipta, meniru pengaturan pada UU Pornografi.
- Kementerian Kominfo
Berupaya untuk mengatur hak
kekayaan intelektual dalam regulasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
ITE, khususnya pada pengaturan Pasal 25. Dan terus mengkampanyekan penggunaan
internet secara sehat dan aman termasuk kampanye musik legal melalui program
Internet Sehat dan Aman (INSAN).
-------------------------
Oleh:
Erviana Frishmanida. S
12110422 // 4KA20
-------------------------
Source:
All pictures searched from Google.com
0 COMMENTS:
Post a Comment